Sabtu, 21 April 2012

GURU BESAR KITA DI UICCI

SULEYMAN HILMI TUNAHAN
( K.S.)
GARIS KETURUNAN
Süleyman Hilmi Tunahan (K.S.)- yang dimuliakan Allah swt – terlahir ke dunia ini pada
tahun 1888 ( atau tahun 1301 Kalender Islam Rumi) di desa Hezegrad yang terdapat di daerah
Ferhatlar, tepatnya di Propinsi Silistra yang sekarang berada di daerah perbatasan Bulgaria. Ayah
beliau Hojazade Osman Efendi menamatkan pendidikannya di Istanbul dan kemudian
mengabdikan dirinya dengan mengajar selama empat tahun di Madrasah Satırlı ( Setingkat
Universitas atau Akademi).
Suatu hari ketika masih menjalani masa pendidikannya di Istanbul, Osman Efendi
mengalami sebuah mimpi. Di dalam mimpinya itu, Ia melihat ada sebagian dari dirinya terbang
ke langit dan kemudian mulai memancarkan cahaya ke seluruh permukaan bumi. Ia
mentakwilkan mimpinya itu sebagai pertanda bahwa salah satu keturunannya kelak akan menjadi
seseorang yang saleh dan adil. Ia menikah sewaktu pulang kembali ke Silistra dan ketika Ia mulai
memiliki keturunan, beliau mencoba mengenali manakah diantara anak-anaknya tersebut yang
membawa ciri seperti yang ada dalam mimpinya itu. Ia memiliki empat anak laki-laki yang diberi
nama Fehim, Süleyman Hilmi, Ibrahim dan Halil serta seorang anak perempuan bernama Zahide.
Lambat laun ketika Süleyman Hilmi beranjak dewasa, Ayahnya Osman Efendi mulai melihat
beberapa tanda istimewa darinya sehingga Ia menambatkan semua harapan atas dirinya.
Sedemikian besarnya harapan itu sehingga ketika Süleyman Hilmi masih duduk di tingkat awal
Madrasah Satırlı di Silistra, Ia menyadari bagaimana ayahnya selalu segera berdiri dan
memberikan sikap hormatnya setiap kali Ia hadir sambil berkata: “Ya Putraku tersayang apa
yang kau perlukan, aku siap membantumu?”. Süleyman Hilmi merasa sangat malu dengan sikap
penghormatan berlebihan yang diberikan ayahnya itu sehingga Ia selalu memilih waktu, saat
ayahnya sedang menunduk membaca buku-bukunya atau saat beliau sedang sibuk meletakkan
poci kopi di atas perapian atau saat Ia sibuk dengan pekerjaan lainnya, untuk masuk ke ruangan
ketika ayahnya berada di tempat yang sama.
Kakek dari Süleyman Hilmi Efendi adalah Mahmud Efendi yang juga dikenal sebagai
Kaymak Hafiz. Mahmut Efendi wafat ketika hampir berusia 110 tahun. Ayahnya adalah Seyyid
Idris Bey, yang diangkat sebagai Tunahan (Pangeran dari Danube) oleh Sultan Kerajaan Osmani,
Sultan Mehmed II. Sultan Mehmed II juga menikahkan Idris Bey dengan putri saudara laki-
lakinya. Ketika Sultan sedang mencari jodoh yang tepat bagi keponakannya itu, Ia mencarinya
dari mereka yang merupakan keturunan Rasul. Pencarian itu kemudian mengarah kepada Seyyid
Idris Bey yang diyakini sebagai keturunan langsung dari Nabi besar Muhammad saw. Setelah
pernikahan dilangsungkan, Seyyid Idris Bey diangkat sebagai Pangeran dari Danube dan
ditugaskan untuk bertanggung jawab atas daerah tersebut. Di kemudian hari tugas ini juga
diturunkan pada putranya Mahmud Efendi.

Garis keturunan Süleyman Hilmi dapat ditelusuri akan mengarah kepada Nabi Muhammad
saw. Dari sisi paternalnya diturunkan dari Hussein dan dari sisi maternalnya dari Hasan
(Keduanya adalah cucu Nabi Muhammad saw), sehingga Süleyman Hilmi Efendi memiliki kedua
gelar baik “Seyyid” maupun “Sharif”.
PENDIDIKAN DAN KARIR
Süleyman Hilmi Efendi mendapatkan pendidikan dasarnya di Madrasah Satırlı tempat
ayahnya Osman Efendi mengajar. Kemudian Ia dikirim oleh ayahnya ke Istanbul untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Saat itu ayah beliau memberi pesan sebuah nasihat:
“Putraku, jika Kamu mempelajari Usul-al-Fiqh (metodologi hukum Islam) dengan baik maka
Kau akan kuat dalam agamamu. Jika Kamu mempelajari ilmu logika maka Kau akan kuat dalam
ilmu pengetahuan”.
Süleyman Hilmi Efendi ingin masuk ke Madrasah Fatih di Istanbul tetapi ternyata semua
kamar-kamarnya telah terisi penuh. Namun bagaimanapun juga ada beberapa siswa yang sangat
ingin untuk belajar dan masuk di madrasah-madrasah tersebut dengan jalan menginap di ruang
bawah tanahnya. Süleyman Efendi bergabung bersama mereka dan tinggal di ruang bawah tanah
untuk beberapa lama. Beliau harus bertahan dalam menghadapi berbagai kondisi yang sulit,
seperti belajar hanya dengan penerangan sebatang lilin. (Salah seorang ulama Islam terkenal saat
ini yang juga tinggal di ruang bawah tanah pada saat itu adalah Mahmud Esad Efendi.)
Süleyman Efendi mulai mendapatkan pelajaran-pelajarannya dari Ahmed Hamdi Efendi
yang berasal dari Bafra, yang mengajar siswa-siswanya di Masjid Fatih. Kelasnya terletak di
bawah serambi, di seberang mimbar sehingga suara-suara tidak akan bergema di Masjid bagian
tersebut.
Guru Beliau Ahmed Hamdi Efendi dari Bafra sangat menghargai kepandaian dan
kemampuan belajar Süleyman Hilmi Efendi. Di lingkungan seputar madrasah mereka terus
membicarakannya bahwa “Dia adalah seorang anak yang cerdas. Jika Ia mendapatkan pendidikan
yang baik Dia akan menjadi seorang ilmuwan besar.” Sehingga dalam waktu yang teramat
singkat Beliau telah menarik perhatian dari semua guru-gurunya dengan tingkat intelektualnya
yang tinggi, kerja kerasnya yang sangat tekun dan tentu saja kesholehannya.
Dalam ketekunannya dalam belajar Beliau menempatkan dirinya dalam tekanan yang
sangat besar sehingga terkadang darah menetes keluar dari hidung jatuh menodai halaman-
halaman bukunya, kedua matanya sering terlihat memerah karena kurang tidur. Pada hari-hari
yang dingin di musim salju, Beliau sering mengambil sebongkah salju dari ambang jendela untuk
kemudian dibalurkan dan dibiarkan di lehernya, tepat diantara pakaian dan kulitnya. Karena
panas tubuhnya, salju tersebut akan mencair dan meluncur turun di punggungnya mengalirkan
rasa dingin sehingga membuatnya tetap terjaga.
Beliau mendapatkan pendidikan dari Ahmed Hamdi Efendi dari Bafra sampai dengan tahun
1913. Kemudian ia menerima ijazah dari gurunya tersebut dengan nilai sempurna atas ilmu-ilmu
Sarf (tata bahasa), nahiv (sintaksis), belagat (kepandaian berbicara), logika, memberi khotbah,
ilmu debat dan dialektik sebaik disiplin ilmu-ilmu Islamnya seperti Fiqh (Hukum Islam), Kalam
(teologi), hadist (Hadist dan sunnah Rasul), tafsir (Interpretasi terhadap Al Qur’an), Usul-al-fiqh
(Metodologi Hukum Islam), Usul-al-Hadith dan Usul-al-Tafsir.
Pada tahun 1913 Beliau bergabung pada tingkat yang lebih tinggi pada Madrasah Darul
Hilafetil Aliye. Pada tahun 1915, Beliau meraih peringkat pertama di kelasnya dengan nilai 88
dari nilai sempurna 90.
Pada tahun 1916 Beliau meraih peringkat ke lima di kelasnya dengan nilai 76 dari nilai
tertinggi 80.
Di tahun yang sama Beliau mendapatkan ijazah dari seorang Dersiam(Profesor), seorang
ilmuwan tinggi yang terkenal. Bahkan Beliau sendiri saat itu telah meraih predikat sebagai
seorang Ahli Agama lulusan dari Madrasah yang tertinggi saat itu.
Pada tanggal 30 September 1916 Beliau mendaftarkan diri di Medressetül Mutehassisin
(Sekolah Studi Pasca Sarjana) dari Madrasah Süleymaniye untuk studi-studi pasca sarjana guna
mendapatkan gelar doktoral dan untuk dididik menjadi seorang Dersiam. Dikarenakan
kesuksesannya meraih nilai sempurna pada dua tahun pertamanya di Madrasah ini maka pada
bulan September 1918 Beliau mendapatkan gelar İstanbul Müderrisliği Ruûsluğu (Ketua guru
besar di Istanbul) bersama 20 orang rekan lainnya.
Bahkan sebelum Beliau masuk ke Madrasah Süleymaniye, Ia telah mengikuti ujian masuk
ke Medresetül Kuzat (Sekolah Hukum) dan berhasil meraih nilai tertinggi. Ketika Ia dengan
sangat bahagia mengirimkan kabar baik ini kepada Ayahnya, Beliau segera menerima kabar
jawaban yang mengatakan: “Süleyman! Aku tidak mengirimkanmu ke Istanbul untuk masuk
neraka”. Dengan telegram ini Ayahnya Osman Efendi telah mengingatkannya pada salah satu
hadist Nabi: “Dua dari tiga orang hakim akan berada di dalam neraka”. Dalam surat balasannya
Süleyman Efendi menuliskan bahwa Ia tidak tertarik untuk menjadi Hakim tetapi lebih kepada
untuk menyempurnakan ilmu pengetahuan keislamannya dan hubungan duniawinya. (Seperti
diketahui kemudian pada masa yang akan datangnya, Beliau diangkat menjadi seorang hakim
dari Pengadilan Kriminal Istanbul namun hal tersebut ditolaknya dengan alasan bahwa Beliau
tidak berminat untuk menjadi seorang hakim)
Pada saat Beliau telah menjadi seorang Dersiam dengan kesempurnaan pada bidang “Hadist
dan Tafsir” dari Madrasah Süleymaniye, Beliau juga berhasil menamatkan Sekolah Ilmu
Hukumnya dan meraih gelar sebagai hakim. Dengan kedua kualifikasi ini menunjukkan bahwa Ia
telah berhasil meraih tingkat yang tertinggi baik dari studi tradisional maupun rasional pada masa
tersebut.
Pada tanggal 1 Juni 1920 Beliau memulai karirnya sebagai seorang Dersiam (Dosen
Teologi). Ini adalah langkah pertamanya yang berlanjut hingga 27 April 1921. Pada tahun 1922
Ia mulai bekerja sebagai guru Bahasa Turki di Madrasah Darül Hilafetül. Kemudian pada tanggal
3 Maret 1924 Beliau dipindahkan menjadi guru Tata Bahasa Arab untuk tingkat pemula (Ibtidai
Haric) di Madrasah yang sama. Pada tanggal 25 September 1923 Beliau kembali mengajarkan
Bahasa Turki.Namun kemudian pada tanggal 3 Maret 1924 pemerintah menetapkan Hukum
Penyatuan Pendidikan dan berdasarkan hukum tersebut semua Madrasah berada dalam
kekuasaan dan autoritas dari Menteri Pendidikan dan kemudian kelak perlahan akan dihapuskan
secara total. Madrasah-madrasah Ibtidai Haric seperti tempat dimana Süleyman Efendi mengajar
kemudian diganti menjadi Sekolah Imam Hatip (Sekolah Pelatihan Imam dan Pemberi Khotbah).
Walaupun Süleyman Efendi ditunjuk sebagai salah satu staf di sekolah ini namun Beliau
menolak untuk menjadi pengajar di sana, walaupun begitu Ia tetap mempertahankan profesinya
sebagai seorang Dersiam.
Dengan adanya penetapan Hukum Penyatuan Pendidikan maka tidak hanya madrasah-
madrasah Islam saja yang ditutup namun juga semua institusi pendidikan keagamaan lainnya
juga ditutup. Lebih jauh lagi, mengajarkan agama Islam dengan cara-cara tradisional di
madrasah-madrasahpun dilarang secara resmi. Hal ini membuat Süleyman Efendi mencoba
mencari cara dan jalan agar masih tetap dapat menjalankan sistem pendidikan dengan kurikulum
yang sama. Para Dersiampun melakukan sebuah pertemuan untuk membahas penghapusan
madrasah-madrasah ini. Pada pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 520 orang Dersiam itu,
Süleyman Efendi berdiri di antara mereka dan berkata: “Rekan-rekanku saat ini madrasah-
madrasah telah dihapuskan. Melihat kenyataan ini, apa yang akan terjadi dengan agama di
negara ini nantinya? Mari kita ambil keputusan di sini sebelum nantinya kita akan menyebar
lagi. Kita di sini berjumlah sekitar 520 orang Dersiam yang berasal dari berbagai tempat di
negri ini. Kita sebagai orang yang mengabdi kepada ilmu akan mencukupi kebutuhan atas ilmu
tersebut bagi negara ini hingga 50 tahun ke depan. Saat kita nantinya kembali ke kota asal kita
masing-masing, setiap orang yang hadir di sini harus mencari 2 orang murid didiklah mereka
dengan ilmu Islam. Mereka inilah yang akan menyebarkan ilmu agama Islam kelak 50 tahun ke
depan. Salah satu Hadist Nabi mengatakan bahwa Allah Yang Maha Besar akan mengirimkan
seorang Mujeddid (Pembaharu) pada setiap awal dari suatu abad. Atas kepentingan kita sendiri,
jika kita tidak mampu melakukan paling tidak sebanyak ini maka apakah nanti kita masih bisa
mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah swt.”
Kata-kata beliau tersebut telah mencerminkan keinginannya untuk tetap mempertahankan
madrasah-madrasah yang telah ditutup itu tetap ada walaupun secara sembunyi-sembunyi.
Setelah Beliau melontarkan pemikirannya tersebut, beberapa Dersiam lain juga memberikan
komentar mereka dan mengatakan: “Apa yang Kau sampaikan itu memang benar Süleyman
Efendi! Akan tetapi kita tidak boleh lupa bahwa saat ini Hukum tentang Penyatuan Pendidikan
tersebut sedang diperketat. Situasinya sangat kacau dan keberadaan kita benar-benar dalam
bahaya. Kami fikir adalah benar-benar mustahil untuk menjalankan apa yang sudah Anda
usulkan tadi”.
Atas jawaban tersebut kemudian Süleyman Efendi memberikan jawabannya: ”Rekan-
rekanku sekalian! Hukum Penyatuan Pendidikan itu hanya melarang pengajaran pendidikan
agama bagi siswa-siswa jika berkelompok, tetapi tidak melarang untuk mengajar satu atau dua
orang siswa karena satu atau dua orang tidak mengacu pada sebuah kelompok. Apa yang aku
sarankan pada Anda semua adalah kita akan mencari satu atau dua orang siswa saja”.
Beberapa guru yang takut akan tertangkap dan dijatuhi hukuman penjara berkata: “Pada masa
yang penuh kekerasan ini kita bahkan tidak dapat melakukan hal tersebut”. Kemudia Süleyman
Efendi menawarkan pada mereka untuk mengirimkan sebuah telegraph kepada pemerintah dan
kepada parlemen yang menyatakan bahwa mereka bersedia untuk tetap mengajarkan pendidikan
agama walaupun tanpa bayaran. Akan tetapi tetap saja ada beberapa orang Dersiam yang benar-
benar takut akan kenyataan bahwa pemerintah dengan kekuatannya telah menunjukkan sikap
negatif terhadap beberapa aktifis Islam, tidak mau mendukung usulan tersebut. Süleyman Efendi
sadar bahwa walau bagaimanapun usahanya tersebut akan sulit untuk mendapatkan dukungan.
Akan tetapi bagaimanapun juga, Beliau tetap mencari jalan untuk mencari jalan keluar dari
kenyataan ini sehingga jika pada satnya nanti Ia akan dimintai pertanggungjawaban di alam
barzah mengapa Ia gagal mengajarkan ilmu keIslamannya maka Ia akan dapat menjawab: “Ya
Tuhanku! Kami telah berjuang untuk mengajarkan agama-Mu akan tetapi kami tidak mampu
menemukan caranya.”
Selanjutnya setelah melalui beberapa diskusi yang panjang beberapa orang Dersiam setuju
untuk mengirimkan sebuah telegraph yang berisi: “Kami, para Dersiam yang bertanda tangan di
bawah ini bersedia untuk mengambil alih kesulitan keuangan yang dialami pemerintah yang
diakibatkan oleh adanya perang dengan ini menyatakan bahwa Kami bersedia untuk mengajarkan
ilmu agama tanpa mendapatkan bayaran.” Jawaban resmi dari telegraph tersebut adalah: “
Hukum Penyatuan Pendidikan saat ini sedang diterapkan di seluruh bagian negara ini. Tindakan
apapun yang dianggap melawan hukum tersebut akan segera mendapatkan hukuman.” Jawaban
ini sangat jelas dan mengikat. Pada tahun-tahun berikutnya ketika Beliau telah mendapatkan
beberapa siswa, Süleyman Efendi banyak menceritakan kepada mereka tentang kisah pada masa
tersebut: “Anak-anakku! Pada masa itu ada banyak Dersiam yang ketakutan dan berhenti
mengajar namun kami tidak takut dan tetap melanjutkan memberikan ilmu ini. Syukur
Alhamdulillah saat ini kami masih diberi-Nya kehidupan tetapi mereka-mereka yang ketakutan
itu telah mendahului kami beberapa tahun yang lalu.Ternyata rasa takut tidak akan merintangi
kematian.” Sejak saat itu Süleyman Efendi mulai mempraktekkan pemikiran-pemikirannya yang
tidak mendapatkan banyak dukungan pada pertemuan tersebut. Beliau memulainya dengan
mengajari kedua putrinya di rumah.
Ketika masa keguruannya juga telah dihapuskan, Süleyman Efendi memulai karirnya
sebagai seorang penceramah di masjid. Hal ini terus berlanjut hingga akhir hayatnya, beliau
melanjutkan membimbing banyak orang di masjid-masjid besar seperti Masjid Sultan Ahmet,
Süleymaniye, Yenicamii, Şehzadebaşι, Kasimpasha dan Camii Kebir.
PERJUANGAN BELIAU DALAM MENGAJARKAN AL QUR’AN
Dalam rangka memahami dakwah Süleyman Hilmi Efendi kepada Al Qur’an, serta
kepentingan dakwahnya ini bagi negara dan kehidupan spiritual secara umum maka adalah
sangat penting untuk memahami kondisi pada tahun-tahun tersebut dan bagaimana besarnya
kebutuhan akan dakwah seperti ini pada saat itu.
Semua institusi dimana agama diajarkan dan dipelajari selama berabad-abad dalam sekejap
mata ditutup. Masyarakat diabaikan tanpa adanya institusi keagamaan dimana mereka dapat
mempelajari agama mereka. Hal ini menciptakan sebuah kecenderungan terhadap budaya yang
sia-sia pada sisi spiritual dan keagamaan.
Banyak Dersiam yang dilarang untuk mengajar meskipun pada anak-anak mereka sendiri
apalagi pada siswa dari luar. Beberapa dari mereka memiliki ketakutan yang sangat berlebihan
terhadap kondisi ini sehingga mereka segera meninggalkan profesinya. Beberapa orang memilih
pekerjaan lain yang sama sekali tak ada hubungannya dengan keagamaan sementara yang lain
menyerahkan diri sepenuhnya pada rezim yang ada.
Di dalam kondisi seperti inilah Süleyman Hilmi Efendi memutuskan untuk memulai
misinya. Beliau berkata: “Ketika putra-putra Islam ibarat kayu-kayu yang hanyut ke neraka
maka ketika kita dapat menyelamatkan walaupun hanya sebatang kayupun maka itu akan sangat
besar manfaatnya.”
Sebagai permulaan Ia mulai mengajar bagi beberapa orang siswa di sebuah ladang yang
disewanya di sebuah desa di daerah Kabakca yaitu di Catalca pada tahun 1930 - 1936. Siswa-
siswanya ini juga adalah para pekerja di ladang tersebut. Beliau pergi ke pasar buruh di Istanbul
dan mendekati para buruh yang ditemuinya di sana. Beliau akan bertanya pada mereka: “Nak,
berapa banyak upah yang Kau inginkan?” “Satu Lira” jawab mereka. Lalu Beliau akan
menjawab: “Kalau begitu ikutlah denganku, akan kuberi kalian 3 Lira. Kalian hanya harus
mempelajari agama Allah dan Qur’an-Nya. Jangan biarkan ilmu ini lenyap!” Sehingga Beliau
juga mengajari para buruh tersebut dengan membayar upah harian mereka. Demikianlah dengan
jalan ini Süleyman Efendi telah menunjukkan contoh terbaik dari pengabdian kepada Islam
dengan meletakkan hidup dan kemampuan materinya di jalan Allah.
Beliau sangat yakin bahwa mengajari murid-murid Islam yang masih baru adalah sangat
penting. Adalah sebuah kebutuhan untuk mengajarkan Kitab suci Allah ini kepada semua orang
tanpa membedakan antara yang tua atau muda, seorang pekerja atau buruh kasar. Adakah sebuah
pemikiran untuk membentuk seorang mufti (Ulama) dari seorang pekerja bangunan, pandai besi,
tukang las atau seorang tukang jahit? Ternyata hal inilah yang dilakukan oleh Süleyman Hilmi
Efendi. Beliau melatih mereka untuk menjadi ulama dan pengkhotbah serta menempatkan
mereka untuk menjalankan agama Islam.
Süleyman Hilmi Efendi melanjutkan misinya ini ke kota-kota lain di seluruh Anatolia
dimana ia menyamarkan murid-muridnya terkadang sebagai pekerja tambang, pembuat bata atau
pekerja ladang.
Ada saat-saat dimana sangat mustahil baginya untuk duduk bersama murid-muridnya
sambil mengajari mereka. Kemudian Ia mencoba untuk menyewa taksi dan mengajari mereka di
dalamnya, seolah-olah mereka sedang melakukan perjalanan keliling Istanbul. Ada juga saat-saat
yang sangat sulit dimana sangat-sangat tidak mungkin bahkan hanya untuk membawa sebuah
buku agama di tangan atau mengajarkan seorang siswa dengan sebuah buku. Kemudian Beliau
mencoba sebuah metoda pengajaran yang lama. Dengan murid-muridnya yang hanya sedikit itu
mereka naik Kereta Api dari stasiun Haydarpasha di Istanbul menuju ke Arifiye di dekat Ankara
dan mengajari mereka hanya berdasarkan ingatannya. Mereka akan turun di stasiun Arifiye dan
kemudian naik kereta kembali ke Istanbul serta melanjutkan pelajaran mereka di sana.
Sehubungan dengan usaha-usaha pengajaran Al Qur’an yang terus dilakukannya
mengundang banyak rumor dan isu-isu terhadap diri Beliau. Polisi menginterogasi Beliau dengan
tiada henti-hentinya, tuntutan administratif dan pidana terus membututinya. Beliau ditangkap dan
disidang beberapa kali. Beliau juga mengalami penganiayaan selama tiga hari di markas besar
polisi Istanbul. Pada tahun 1939 Ia harus menghadapi tuntutan di depan sidang di pengadilan
tinggi Istanbul dan pada tahun 1944 Beliau kembali ditangkap dan disidangkan di pengadilan
negri Istanbul. Ia kembali dipenjara selama 8 hari. Pada tahun 1957 saat itu Beliau dikaitkan
dengan kasus ‘Mahdi Palsu’ yang terjadi di masjid Agung di kota Bursa. Beliau ditangkap
bersama menantu dan para pengikutnya dan kemudian mereka diadili di pengadilan tinggi
Kütahya. Beliau dimasukkan ke dalam sel penjara Kütahya selama sekitar dua bulan. Pada
akhirnya Beliau selalu dibebaskan atas segala tuntutan yang ditimpakan pada dirinya. Namun di
atas semua pengawasan, penangkapan, interogasi dan tuntutan-tuntutan yang dituduhkan atas
dirinya, Beliau tidak pernah terbukti benar-benar bersalah atas segala tuduhan tersebut.
Beliau menanggapi masa yang penuh tekanan itu dengan kesabaran dan kelembutannya.
Pada petugas kepolisian yang datang untuk mencari rumahnya beliau selalu mengatakan: “Anda
semua selalu diterima di sini. Saya harap kalian tidak menolak tawaran secangkir kopi dari
kami”. Ketika Hafize Sultan istrinya berkata: “Pak, bagaimana mungkin Kamu menawarkan
kopi pada mereka yang datang untuk menangkapmu?” Beliau akan menjawabnya dengan lembut
dan berkata: “Istriku, mereka adalah pegawai pemerintah yang menjalankan tugasnya. Mereka
pastilah sangat lelah”. Dan kemudian Ia akan tetap menyuguhkan kopi dengan segala kebaikan
hatinya.
Suatu sore di bulan suci Ramadhan, Beliau mendekati seorang petugas Polisi berseragam
yang sedang mengintai gerak-geriknya dari sebuah kedai kopi di seberang rumanya.
Beliau berkata padanya: “Nak, Kau pasti sedang puasa dan ini sudah dekat dengan waktu
berbuka. Ayo datanglah ke rumahku dan kita bisa berbuka puasa bersama. Setelah itu Kamu
bisa kembali bertugas”. (Petugas polisi itu, atas sikap mulia dan rasa kasih ini
mengikuti Beliau ke rumahnya dan berbuka puasa bersama di sana. Di kemudian hari
petugas ini menjadi salah satu pengikut Süleyman Hilmi Efendi.
Süleyman Hilmi Efendi tidak pernah berputus asa dalam menghadapi semua pengawasan
dan penggeledahan yang berlanjut terus menerus. Belum lagi para petugas polisi itu sampai
kembali ke kantornya, Beliau sudah memulai lagi mengajarkan Al Qur’an. “Kita tidak punya
waktu cukup untuk bersantai”. Beliau selalu berkata dan berdoa agar Allah swt mencabut
kebutuhannya akan tidur sehingga Ia ingin dapat mengajar juga pada malam hari.
Beliau sangat sadar dengan tugas berat yang diembannya sehingga ia selalu memikirkan
apa yang akan dijawabnya kelak pada hari perhitungan ketika Allah akan bertanya padanya:
“Hai Süleyman, apa yang telah kau amalkan dari ilmu yang Kuanugrahkan padamu? Apakah
Aku memberimu ilmu itu untuk kau kuburkan di bawah tanah yang hitam?”
Süleyman Hilmi Efendi selalu menanamkan pemahaman akan tanggung jawab untuk
berdakwah kepada murid-muridnya. Beliau selalu berkata kepada mereka: “Anak-anakku,
tugasmu di dunia ini adalah menyelamatkan orang-orang yang terperangkap. Itulah sebabnya
kita tidak boleh menunggu sampai kaum muslim yang mendekati kita tetapi kitalah yang harus
mendekati mereka. Kalian akan berdakwah hingga ke daerah-daerah yang terpencil”.
Süleyman Hilmi Efendi menyerahkan seluruh hidupnya untuk bangkitnya kembali ilmu
pengetahuan Islam yang telah dihancurkan. Beliau memulai sebuah mobilisasi untuk ilmu
tersebut dan bagaimana mempelajarinya. Pelajaran yang diberikannya biasanya terus berlangsung
hingga tengah malam atau sebelum subuh.
Beliau adalah seseorang yang tidak dapat dibatasi dan memiliki keinginan yang kuat. Pada
era tahun 1950-an, di saat usianya yang sudah tidak muda lagi dan penyakit diabetesnya yang
semakin parah, pada hari-hari di musim dingin yang menggigit, beliau akan berangkat dari
rumahnya di Kisikli untuk kemudian menempuah sebuah perjalanan panjang. Perjalanan tersebut
terbagi dalam dua bagian, pertama-tama Ia harus naik kapal feri dan kemudian melanjutkannya
dengan perjalanan kaki yang cukup jauh agar sampai di tempatnya mengajar di bagian
Tastekneler dari distrik Şehzadebaşι, Istanbul.
Pada tahun 1954, Beliau selalu berjalan kaki setiap harinya dari Kisikli hingga Bulgurlu
untuk mengajar dan memberikan pencerahan tentang Allah swt pada orang-orang muda selama
6-8 jam perhari. Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, beliau masih terus melanjutkan melakukan
perjalanan jauh dengan berganti-ganti 3 atau 4 kendaraan yang berbeda setiap hari setelah sholat
subuh untuk menghadiri kursus tingkat atas bagi murid-muridnya di Topcular distrik.
Suatu hari ketika Beliau sedang mengajar tiba-tiba kadar gula darahnya meningkat dan Ia
merasa tidak sehat. Murid-muridnya baru sadar ketika melihat ada darah yang menetes ke
halaman buku dari hidung beliau. Namun dengan ketenangannya, beliau mengambil sapu tangan
untuk mengusap darah tersebut dan kemudian ia memanggil salah satu muridnya: “Ayo nak
lanjutkan bacaanmu! Kita tidak punya waktu banyak”. Dan begitulah kemudian kelas terus
berlanjut.
Pada tahun 1957 terdapat sebuah kasus yang kemudian dikenal sebagai “Masalah Kütahya”
berakhir dengan pembebasan bagi beliau setelah terbukti di pengadilan bahwa kasus tersebut
hanyalah sebuah rekayasa. Setelah dibebaskan dari penjara Kütahya, Süleyman Hilmi Efendi
tidak pulang ke rumahnya tetapi beliau langsung berangkat ke kota Manisa untuk menjalankan
misi keagamaannya. Murid-muridnya sangat sedih melihat keadaannya tetapi beliau sendiri
dengan cepat memulihkan dirinya atas penderitaan yang dialaminya di penjara. Beberapa saat
setelah itu baru disadari bahwa pada saat itu sebenarnya beliau sudah tidak mungkin lagi untuk
melanjutkan mengajar. Ketika ditanyakan pada beliau: “Bapak apakah Anda masih akan terus
mengajar di Istanbul?” Beliau menjawab: “Tentu saja... tapi dengan lebih cepat dan
bersemangat karena sudah tidak ada waktu lagi untuk bersantai...”
Pada perjalanan yang sama, ketika mereka sampai di kota Izmir, beliau ditanyakan:
“Bapak, sepertinya Anda tampak kurang sehat. Mungkin Anda ingin beristirahat sebentar?”
Lalu sambil tersenyum beliau menjawab: “Dalam perjalananya terkadang seorang supir harus
mengalami kebocoran ban, akupun mengalami hal yang seperti itu tapi sudah diperbaiki
sekarang. Kita harus mengganti waktu yang sudah hilang. Kita akan mempercepat misi kita.”
Süleyman Hilmi Efendi sangat yakin dengan jalan yang ditempuhnya tanpa memperdulikan
segala fitnah dan isu yang dituduhkan padanya. Suatu hari mereka berkata padanya: “Pak, ada
kabar begini dan begitu yang dituduhkan pada Anda...” Beliau berkata: “Alhamdulillah,
sekarang aku terbebas dari kemunafikan. Sejak zaman Rasul hingga semua orang-orang besar
dalam Agama Islam ini selalu mengalami tuduhan dan fitnah. Jika mereka tidak menentang kita
mungkin kita tidak akan memiliki keyakinan sekuat ini .”
Walaupun saat Beliau sedang sakit atau lemah, Ia tidak pernah berhenti mengajar. Beliau
selalu berkata: “Jika aku masuk ke dalam kelas maka rasa sakit itu akan hilang. Jika aku tetap
berdiam di rumah maka rasa sakit itu akan semakin terasa”. Hal ini menunjukkan bahwa
mengajar adalah obat bagi penyakitnya.
Pada salah satu muridnya yang baru saja tiba dari sebuah perjalanan jauh dan melelahkan,
Beliau menyarankan: “Nak, pergilah ke masjid untuk sholat Jum’at dan berikanlah khotbah di
sana. Kamu akan merasa santai dengan cara ini.” Hal ini menjukkan pandangan beliau bahwa
kenyamanan dan kesenangan hanya dapat ditemukan melalui dakwah pada agama.
Jika karena sesuatu hal ada muridnya yang tidak dapat menghadiri kelasnya maka Beliau
akan sangat sedih dan berkata:”Yah..., kita benar-benar merugi hari ini.”
Beliau akan mengajar kelas atau kelompok siswa mana saja tanpa memandang ukurannya.
Beliau tidak pernah memperhatikan tentang jumlahnya. Suatu hari salah seorang murid yang
dikirimkannya ke suatu tempat untuk mengajarkan Qur’an pulang kembali sambil mengeluh
bahwa tidak ada banyak orang yang mau belajar di tempat itu. Dia berkata: “Guruku, hanya ada
dua orang murid di sana. Jadi kutinggalkan saja tempat itu dan kembali ke sini”. Mendengar hal
tersebut Süleyman Hilmi Efendi sangat kecewa dan dengan nada yang sedikit marah Beliau
berkata: “Anakku, ada banyak sekali nabi di masa yang lalu meninggal sebelum mendapatkan
bahkan satu orangpun yang mau mengikuti ajarannya. Kau sangat beruntung dapat menemukan
dua orang siswa, lalu apa lagi yang kau inginkan?” Setelah itu beliau meminta muridnya itu
untuk kembali ke tempatnya mengajar tersebut.
Süleyman Hilmi Efendi sangat menghargai murid-muridnya. Hal ini terlihat dari kata-kata
beliau: “Aku tidak akan menukar seluruh dunia ini walaupun hanya dengan sepotong kuku dari
muridku”.
Suatu hari Ia pulang ke rumah dengan kantong belanjaannya yang kosong. Beliau berkata
pada istrinya: “Istriku, karena aku tidak mampu membeli apapun untuk murid-muridku maka aku
tidak membeli apapun untuk kita juga”. Hal ini menunjukkan bahwa beliau merasa malu untuk
makan sesuatu yang tidak bisa didapatkan oleh murid-muridnya.
Pada suatu hari yang dingin di musim salju, salah seorang muridnya mendapati Beliau
sedang duduk di sebuah ruangan tanpa penghangat. Istrinya menjelaskan pada muridnya itu:
“Nak, Beliau menolak duduk di ruangan yang hangat karena kalian juga tidak memiliki kayu
yang cukup untuk menghangatkan ruangan-ruangan kalian”.
Ketika muridnya sedang sakit, Beliau akan merawat mereka dengan penuh kasih layaknya
seorang ayah atau ibu mereka sendiri bahkan Beliau sendirilah yang akan mengantarkan mereka
ke dokter atau mencari orang untuk melakukan hal tersebut. Suatu hari ia mendengar tentang
kondisi kesehatan seorang muridnya. Lalu Beliau sebagai orang besar yang penuh kasih ini
memalingkan wajahnya menuju Ka’bah dan memohon pada Allah swt: “Ya Allah... kami akan
mengabdikan diri kami pada agama dan Kitab suci-Mu dengan anak-anak ini. Berkahilah
mereka ya Allah!”
Menjelang bulan Ramadhan Süleyman Hilmi Efendi sering mengirimkan murid-muridnya
untuk berkhotbah dan mengajar di beberapa kota di Trakya (Yunani) dan Anatolia. Pada
kepulangan mereka setelah Ramadhan berakhir, Beliau akan bertanya pada mereka tentang kabar
dan aktifitas mereka. Setiap kali ia mendengar bahwa seorang muridnya telah memberi khotbah
dan mengajarkan Al Qur’an, Beliau akan meneteskan air mata bahagianya dan berkata: “Ini
adalah Rahmat dari Allah.”
Beliau tidak pernah mengambil upah atas pengabdiannya dan juga tidak menyukai mereka
yang memberinya bayaran. Suatu hari seorang tua dari sebuah desa datang padanya karena sangat
berterima kasih atas semua pengabdian yang dilakukan oleh salah satu murid beliau. Orang
tersebut berkata: “Tuan, karena engkaulah maka tubuh kami ini terselamatkan dari kesia-siaan
dan anak-anak kami mempelajari Al Qur’an”. Dengan segala kesederhanaannya Beliau
merendahkan diri dan berkata: “Siapakah Süleyman ini? Dan bagaimana mungkin kalian
berterima kasih padanya atas semua pengabdian ini? Sebaliknya bersyukurlah atas mukjizat
Allah bagi Rasul-Nya!” Beliau selalu mengarahkan semua penghargaan hanya kepada Allah swt
dan Rasul-Nya.
AKTIFITAS DAN DAKWAH BELIAU
Süleyman Hilmi Efendi Rahmetullahi Aleyh adalah keturunan ke-33 dari garis keturunan
para Seyyid (Keturunan dari Nabi Muhammad saw) dan Beliau juga tergolong orang yang
mendapatkan ilmu keilahian secara langsung dalam batinnya (internal) serta melengkapi
kesufiannya di bawah bimbingan dari Salahuddin ibnu Maulana Sirajuddin Rah.a. yang
merupakan ulama terbesar ke-9 dari garis keturunan ke-32. Berdasarkan garis keturunannya yang
sangat kuat ini, pembimbingnya mengarahkan pendidikan spiritualnya pada ilmu dari Imam al-
Rabbani, Mujaddid dari milenium ke-2. Menjadi keturunan ke-33 dan mata rantai terakhir dari
keturunan yang mulia ini, Süleyman Hilmi Efendi telah membimbing banyak orang keluar dari
lubang kegelapan dan ketidakpercayaan menuju kepada sebuah pencerahan pada keimanan dan
keshalihan. Tidak hanya sampai di situ beliau masih terus melanjutkan hal tersebut. Para
Murshid-i Kamil (Kaum sufi pada tingkat tertinggi) masih berusaha melanjutkan kekuatan
spiritualnya meskipun setelah mereka wafat. Daya spiritualitas mereka terbebas dari sangkar
tubuh mereka, seperti pedang yang dilepaskan dari selubungnya maka akan menjadi semakin
tajam dan kuat. Kenyataan ini sudah dikenal luas di kalangan para sufi bahwa hal tersebut dapat
terjadi setelah orang-orang besar seperti Beliau wafat.
Süleyman Efendi menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengajarkan Al Qur’an dan
mendidik kaum muda yang mau mempelajari dan mengamalkan kitab suci ini. Murid-muridnya
adalah kaum suni dan mayoritas dari mereka adalah pengikut madzhab Hanafi dan pada masalah
yang prinsip seperti keimanan, mereka mengikuti Imam Mansur Maturidi. Pada tradisi sufinya
mereka mengikuti tarikat Naqshabandi. Süleyman Hilmi Efendi secara spiritual memiliki
hubungan dengan Imam el-Rabbani, pemuka terbesar dari Naqshabandi yang juga menjadikan
beliau seorang Murshid-i Kamil serta mendapatkan ijin langsung darinya untuk berdakwah bagi
masyarakat. Oleh karenanya sebenarnya ini bukanlah sebuah mazhab atau jamaah Süleyman
Hilmi Tunahan seperti yang sering disebutkan begitu.
Berikut adalah beberapa gambaran dari dakwah Süleyman Hilmi Efendi.
Tujuan hidup Beliau adalah; menghidupkan kembali sunnah Rasul yang telah banyak
dilupakan orang, mengembalikan bagian yang hilang dari syariah Islam berdasarkan tradisi
Sunni.
Beliau mengajarkan murid-muridnya untuk benar-benar menjalankan ajaran sunni dan
meninggalkan segala bentuk bid’ah. Beliau mengajarkan prinsip-prinsip dasar agama Islam
berdasarkan buku ‘Emāli’ dan ‘Nasafi’. Beliau juga menggunakan buku ‘Sharh-i Aqaid’ untuk
mengenalkan mazhab-mazhab dan aliran-aliran sesat pada murid-muridnya dan juga untuk
mengingatkan mereka agar tidak terjatuh pada perangkap aliran yang sesat itu. Tidak ada satupun
dari muridnya yang keluar dari jalur ajaran sunni (Pengikut Sunnah Nabi).
Berdasarkan pada kekuatan materi dan spiritual yang dianugrahkan Allah swt padanya,
Beliau mampu untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu dan disiplin ilmu yang seharusnya
hanya dapat diberikan dalam jangka waktu 20-30 tahun namun Beliau mampu memberikannya
hanya dalam waktu 2 tahun saja. Pada saat dimana Ilmu ke-Islaman dan alim ulama sudah
hampir tidak ada, Beliau justru mendidik ratusan bahkan ribuan santri dan mengirim mereka ke
seluruh pelosok negri. Beliau membuka kursus keagamaan (al Qur’an) dan asrama bagi siswanya
serta memotivasi orang untuk membuka banyak tempat seperti itu. Beliau memberikan
pendidikan dan mengajak orang lain untuk meneruskannya. Bagaikan air kehidupan, Beliau
datang untuk memenuhi dahaga negri itu akan spiritualitas.
Beliau lebih memilih untuk mengajarkan Islam langsung dari Bahasa Arab, bukan dari
karya-karya terjemahan dan menggunakan buku pegangan dari bahasa Arab yang telah diadaptasi
oleh Madrasah-madrasah pada zaman Osmani.
‘Elif Cüzü’ adalah salah satu karya tulis beliau yang paling berharga. Buku tersebut berisi
cara untuk membaca Al Qur’an dalam waktu singkat.
Beliau memilih untuk menghidupkan sebuah kehidupan Islami di dalam masyarakat serta
tidak menghindari interaksi dengan masyarakat luas. Beliau mengamalkan prinsip ‘Ke luar untuk
berinteraksi dengan sesama manusia, dan ke dalam untuk berhubungan dengan Allah’.
Süleyman Hilmi Efendi selalu mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia saat itu.
Setiap pagi beliau selalu memesan sebuah salinan dari koran ‘Yeni Sabah’ dan menyuruh
seseorang untuk membacakan berita-berita yang penting serta komentar dari editor asing.Dalam
hal ini beliau memiliki moto yang dikutipnya dari Imam Al-Rabbani yaitu : “ seseorang yang
tidak memahami peristiwa-peristiwa pada masanya maka ia tidak akan dapat menyerukan
kebenaran .”
Beliau selalu mengikuti berita dan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi kaum muslimin
setiap harinya dan jika memungkinkan beliau selalu membicarakannya di mimbar masjid. Pada
masa itu banyak khatib yang tidak berani untuk membicarakan tentang peristiwa-peristiwa
tersebut di dalam masjid. Tetapi beliau bahkan berani memperingatkan para pemimpin
pemerintah pada masa itu. Pada tahun 1956 kaum muslim di Algeria berjuang untuk
kemerdekaan mereka dari Prancis dan pada saat itu pemerintah Turki memihak pada Prancis di
depan anggota PBB lainnya.
Süleyman Hilmi Efendi berpendapat bahwa hal tersebut adalah sebuah kebijaksanaan yang
keliru kemudian Beliau mengajak para jemaat di masjid untuk setidaknya mendoakan saudara-
saudara muslim mereka di Algeria. Dikarenakan tindakannya ini beliau menerima beberapa
pertanyaan dari kepolisian.
Beliau sangat yakin akan pentingnya perkembangan publikasi yang Islami. Ia menolong
Necip Fazil (seorang penulis dan sastrawan Turki-Islami) baik secara spiritual maupun finansial
untuk menerbitkan majalah ‘Büyük doğu’ (Timur Raya). Beliau bahkan menjual rumah satu-
satunya untuk dipakai membiayai majalah ini.
Beliau selalu mendoakan buku-bukunya dan membantunya agar dapat tersebar pada
lingkungan yang lebih besar. Bahkan beliau menolong dan mendukung hampir semua penerbitan
atau publikasi yang pro-Islam. Diantaranya adalah majalah ‘Ahl-i Sunnah’ yang dikeluarkan oleh
Abdurrahim Zapsu, dan majalah ‘Hür Adam’ (Manusia Merdeka) yang diterbitkan oleh Sinan
Omur.
Süleyman Hilmi Efendi sering mengirimkan murid-muridnya kepada ustad-ustad dan
Dersiam lainnya yang ada pada saat itu. Usaha tersebut dilakukannya agar murid-muridnya dapat
diuji oleh mereka dan agar mereka juga dapat merasakan kebahagiaan akan hidupnya kembali
ilmu keagamaan yang mereka perjuangkan tersebut. Diantara para Dersiam yang ada beliau
sering mengirimkan muridnya kepada Ali Haydar Efendi dan Hasan Basri Chantay.
Beliau juga sering berkomunikasi dengan Said Nursi (salah satu pemimpin Islam pada masa
itu) dan memberitahukan pada beliau tentang aktivitas-aktivitasnya. Suatu kali Said Nursi pernah
memberikan pujiannya pada dakwah Süleyman Hilmi Efendi, beliau berkata: Saat ini tugas
utama kita adalah untuk menjaga keimanan ini. Itulah yang sedang kita lakukan. Kita tidak
sedang mengajarkan Ilmu pengetahuan. Mengajarkan Al Qur’an, yang merupakan dasar agama
dan sumber dari pembebasan materi dan spiritual kita, sedang diupayakan oleh saudaraku
Süleyman Hilmi Efendi dan sekolah Al Qur’an yang didirikannya, dan mereka berhasil untuk
mengajarkannya dalam waktu singkat. Ilmu keislaman yang biasanya harus diajarkan dalam
kurun waktu 10-15 tahun diperbaharui saat ini dengan Sekolah Al Qur’an ini yang mampu
mengajarkan hanya dalam jangka waktu satu atau dua tahun. Mereka mencetak para ustad, da’i
dan penceramah. Ini adalah keajaiban Al Qur’an.”
Beliau mengenalkan Imam Al-Rabbani yang merupakan seorang imam sufi besar kepada
masyarakat Turki. Karya besar Imam Rabbani ‘Mektubat’, sebuah karya penting ketiga setelah
Al Qur’an dan Hadist Nabi, diterbitkan di Turki sebanyak dua volume oleh murid-murid
Süleyman Hilmi Efendi.
Beliau merubah anggapan yang memandang bahwa tarikat atau tradisi sufi hanyalah
sebuah kelompok untuk mengobrol sambil bermalas-malasan menjadi sebuah kelompok yang
produktif dan mampu memobilisasi umat.
Süleyman Hilmi Efendi tidak pernah memperdulikan semua keajaiban atau karamah yang
terlihat dalam dirinya. Ia juga menghindari untuk mengabarkan hal-hal tersebut kepada orang
lain dan menyarankan murid-muridnya untuk melakukan hal yang sama. Beliau selalu berkata:
“Keajaiban atau karamah yang paling besar adalah untuk mengajak orang lain menuju jalan
kebenaran.”
Beliau mengusahakan untuk menghidupkan kembali praktek keagamaan di Turki dengan
menjalankan ‘Őşür’ (pajak penghasilan yang diberikan untuk masjid atau organisasi keagamaan).
AKHIR HAYATNYA
Pada akhir kehidupan beliau yang merupakan perjuangan panjang yang penuh dengan
penderitaan dan cobaan Süleyman Hilmi Efendi mengidap penyakit diabetes. Kadar gula dalam
darahnya meningkat dan sudah tidak dapat dinetralisir sehingga pada hari Rabu tanggal 16
September 1959 beliau wafat di kediamannya di Kisikli.
Orang-orang yang tidak dapat menerima dakwah beliau semasa hidup masih menunjukkan
rasa tidak sukanya pada saat beliau sudah meninggal. Mereka melarang pemakamannya
dilakukan di lapangan masjid Fatih walaupun izin untuk melakukan hal tersebut telah
dikeluarkan. Ada sebuah perintah resmi yang mengatakan bahwa beliau akan dimakamkan
dengan makam yang digali oleh petugas polisi di pemakaman Karacaahmet. Hak beliau untuk
dapat dikuburkan di wilayah Fatih telah dilanggar secara ilegal, bahkan pemindahan jenazah
beliau dari Scutari, daerah di bagian Asia dari Selat Bosphorus, ke bagian Eropa juga dilarang.
Peti jenazahnya menunggu berjam-jam di pelataran pemakaman di Masjid Altunizade. Setelah
semua usaha untuk membawa peti jenazahnya ke Fatih gagal, upacara pemakaman diadakan di
sebuah ruangan kecil dan kemudian dimakamkan di pemakaman Karacaahmet.
Süleyman Hilmi Efendi berpulang ke Rahmatullah dengan tenang setelah menyelesaikan
tugasnya dengan sempurna dan meninggalkan ribuan pengikut yang disiapkan untuk berdakwah
di jalan Allah dan Rasulnya serta membawa kebenaran di dalam kitab-Nya.
Setelah 72 tahun kehidupannya yang penuh perjuangan, penderitaan, ilmu, pembelajaran
dan kesuksesan, beliau meninggalkan sebuah komunitas yang matang dan terdidik serta benar-
benar melukiskan akan sebuah gambaran Islam dan keimanan yang sempurna.
Süleyman Hilmi Efendi adalah seorang yang penuh dengan kehormatan dan beruntung
karena beliau memenuhi seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw dalam salah satu
hadistnya: “Ketika seseorang meninggal maka semua amalannya akan berakhir kecuali pada
tiga hal yang ditinggalkannya yaitu; amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a dari anak
yang sholeh.”
Beliau telah menghabiskan semua kekayaannya untuk kepentingan dari murid-muridnya,
beliau membagi ilmunya untuk mereka dengan segala resiko mengalami siksaan di kantor polisi,
menghadapi tuntutan hukuman mati, mengahdapi penjagaan ketat dari polisi dan mendekam di
penjara. Beliau adalah sebuah tipe pahlawan yang sudah sangat jarang kita temui pada saat ini
yang mengorbankan seluruh hidupnya untuk mendakwahkan Al Qur’an.
BEBERAPA NASIHAT DAN KATA- KATA BIJAK DARI BELIAU
Nasihat bagi Para Mahasiswa:

Tetaplah di jalan Allah. Jadilah orang yang tulus dan jujur. Berpegang teguhlah pada
kata-katamu. Jika kau ingin berkata/berbicara maka biarkan lidahmu selalu mengeluarkan
kejujuran dan kata-katamu adalah kebenaran. Jangan mengingkari janji pada orang yang telah
mempercayaimu. Jika kita bisa mempertanggungjawabkan perkataan kita maka itu akan
membawa kita menuju surga. Akan tetapi jika kau gagal mempertanggungjawabkannya maka
nerakalah balasannya.

Jadilah orang yang adil. Jangan gunakan tanganmu untuk melakukan kejahatan
melainkan lakukanlah kebaikan. Jika pekerjaanmu menggunakan timbangan jangan berbuat
curang dengan beratnya, jika menggunakan alat ukur jangan kurangi meteran atau liternya.
Orang-orang yang benar/jujur maka akan mempengaruhi seluruh keturunannya dan itu akan
membawa kebaikan bagi mereka semua.

Cintailah kemanusiaan dan jangan memandang rendah siapapun. Jadilah orang yang
Tawadhu’(rendah hati) karena perhiasan yang paling berharga adalah ketawadhuan. Di dalam
hidupmu hormatilah orang lain tanpa rasa dengki dan cintailah tanpa rasa cemburu. Sebagian
manusia menganggap apa yang dimiliki orang lain tidak pantas baginya. Janganlah seperti
mereka. Hargailah milik orang lain tanpa rasa cemburu. Karena kita tidak dapat menghadap ke
hadirat Allah dengan rasa dengki atau cemburu.

Jika kamu bekerja sebagai pegawai di pemerintahan maka perlakukanlah orang-orang
dengan baik, jangan biarkan mereka yang datang padamu tetap berdiri. Selalu sediakan kursi dan
persilahkan mereka duduk. Tanyailah kabar mereka. Bantulah mereka untuk menyelesaikan
urusannya. Jangan pernah berkata: “Pergilah sekarang dan datanglah lagi besok!” Selesaikanlah
urusan mereka saat itu juga. Jika kau tidak melakukan hal itu maka kelak di akhirat aku akan
menuntutmu. Jika kau seorang pegawai dan memiliki seorang atasan maka hormatilah ia tanpa
rasa dengki, sayangilah tanpa rasa cemburu.

Manusia itu ada bermacam-macam tipe. Sebagian ada yang lebih bagus rupanya
sementara sebagian yang lain ada yang lebih berbakat. Jangan pernah berkata: “Kenapa bukan
aku yang seperti dia?” Karena ini akan mengurangi bahkan apa yang sudah kau miliki. Tetapi
jika kau berfikir: “Ya Allah lipat gandakanlah apa yang kumiliki bagi tetangga atau temanku...”
maka apa yang kau miliki justru akan berlipat tiga. Jika teman atau tetanggamu itu tidak berfikir
hal yang sama maka apa-apa yang sudah menjadi miliknya tidak akan meningkat.

Jika kau menemui orang yang lebih baik/ lebih akan bermanfaat dari pada dirimu,
maka berikanlah jabatanmu padanya. Inilah patriotisme sejati.

Bersikaplah rajin dan produktif, karena Rasulullah bersabda bahwa bekerja itu adalah
ibadah. Putraku... ketahuilah bahwa tanpa tetesan keringat maka sesuatu itu menjadi tidak ada
nilainya. Tanamilah ladangmu hingga datang saat memanennya dan berikan sebagian hasilnya
pada tetanggamu. Tanamlah pepohonan... yang disebut shadaqah jariyah adalah: mendidik anak
yang sholeh, menulis buku yang bermanfaat dan menanam pohon. Dari ketiganya ini yang paling
baik adalah menanam pohon. Karenanya daripada kita menanam patung maka adalah lebih baik
jika kita menanam tanaman yang hijau dan membuat monumen dari pepohonan.

Sebuah pohon mulberry hidup hingga 400 tahun, sebatang pohon walnut hidup hingga
700 tahun, sebuah pohon chestnut/berangan bisa hidup hingga 900 tahun dan pohon plane hidup
hingga 1500 tahun.
Tanamlah walaupun hanya sebuah pohon waru karena bunganya dapat memberi
kesembuhan.

Di kota Bursa ada banyak pohon plane yang telah berusia hingga ribuan tahun yang
ditanam oleh Osman Ghazi dan Orhan Ghazi (Pendiri kerajaan Osmani). Ketika aku belum
menikah dahulu setiap tahun kutanam sebatang pohon sekarangpun setelah menikah aku
menanam dua pohon satu untukku, satu lagi untuk istriku.

Ajarkan apa yang kau ketahui. Jagalah kebersihan dan selalu menjadi contoh dalam
kebersihan. Seorang intelektual berarti orang yang mendapatkan pencerahan. Ada banyak orang
yang bahkan meraih tiga gelar di universitas tetapi karena rasa dengki dan cemburunya ia tidak
dapat mengajarkan apapun. Intelektual yang sejati adalah orang yang mengajarkan dan
menyampaikan ilmu yang dimilikinya.

Kebersihan adalah ibadah dan sebagian dari pada iman. Jika ada orang yang mengotori
tempat umum(jalan umum) maka segera tutupi atau bersihkan dengan kakimu.

Setiap harinya, setidaknya buatlah kebaikan pada dua orang, menangkanlah hati
mereka. Karena jalan ke surga bisa ditempuh dengan menyentuh hati seseorang. Menyentuh hati
seseorang akan membuka pintu surga Firdaus. Dari kelima butir ini yang paling tulus adalah hal
ini. Memenangkan hati seseorang sama nilainya dengan mengerjakan 40 kali sholat. Sedangkan
mematahkan sebuah hati akan menghilangkan pahala 40 kali sholat. Jika aku bangun setiap
subuh aku akan berdoa:”Ya Allah semoga engkau mentakdirkan kebaikan dariku bagi seseorang
hari ini.”
Ketika kau pergi atau pulang setiap harinya, sapalah setidaknya dua orang yang kau

temui. Jangan menunggu hingga mereka menyalamimu tetapi salamilah mereka dahulu maka
mereka pun akan menyapamu. Tangan yang memberi akan lebih baik daripada tangan yang
menerima dan Hati yang memberi akan lebih mulia dari pada yang menerima.
NASIHAT-NASIHAT ATAS BEBERAPA HAL

Putraku! Beribadah tetapi tanpa ilmunya tidak akan ada rasanya. Seekor burung tidak
dapat terbang hanya dengan salah satu sayapnya. Pada masa sekarang ketika semua orang
terdorong hanya untuk mengejar kesenangan dunia ini, maka kita justru akan belajar memahami
ilmu dari Allah. Inilah pekerjaan mulia yang akan memberikan manusia kehormatan dan
kemuliaan di dua dunia ini sekaligus. Siapapun yang berbalik kepada Allah dan Rasulnya dengan
ikhlas dan tulus maka dunia dan kebaikannya akan jatuh ke tangannya juga. Siapapun yang
menyiapkan dirinya untuk hari kemudian (akhirat) maka ia juga akan mendapatkan dunia. Akan
tetapi barang siapa yang bekerja keras hanya untuk dunia ini maka ia tidak akan mendapatkan
apapun di akhirat kelak. Karena di akhiratlah kelak dunia yang kekal sementara dunia ini hanya
sementara. Jika kau mencabut sebatang pohon beserta akarnya maka bayangan pohon itu juga
akan tercabut. Apapun yang ada di akhirat nanti ada sedikit contohnya di dunia ini. Jika tidak
begitu maka dunia ini hanyalah sebuah kebohongan. Tayammum (mensucikan diri dengan debu)
adalah pengganti dari wudhu dan begitu pula dunia ini bagi akhirat nanti.

Tugas kita adalah berusaha. Seperti halnya pohon yang tidak dapat dipaksa untuk
berbuah maka begitu juga kita tidak bisa memaksa orang kepada jalan kebenaran Allah. Semua
pekerjaan yang dilakukan dengan pemaksaan maka tidak akan memberikan keuntungan. Seperti
juga berusaha itu, ada dua caranya: 1. Cahaya/ Nur 2. Kegelapan. Ada banyak orang yang
memilih berusaha mengajak manusia dalam kegelapan. Tidak terhitung jumlahnya orang-orang
yang termasuk dalam golongan ini dan hanya berakhir dengan kesengsaraan. Akan tetapi kita
berada dalam golongan yang berusaha dalam penerangan cahaya atau nur.
Adalah sia-sia untuk memukuli sebatang pohon dengan tongkat dan besi, mengancam
akan membakarnya di dalam api agar pohon itu mau berbuah. Merawat dan memeliharanya
justru akan memberikan hasil yang lebih baik.

Seharusnya setiap manusia berdoa seperti ini: “Ya Allah! Berikanlah kekuatan pada
hambamu yang lemah ini agar dapat mengabdikan diri hamba bagi umat Nabi Muhammad.”
Akan tetapi jika kita berdoa: “Ya Allah! Berikanlah kepadaku Ilmu Pengetahuan” ini berarti kita
hanya memikirkan kepentingan pribadi dan tidak akan mendatangkan Ridha Allah. Oleh karena
tidak semua orang yang berilmu mengabdikan dirinya pada jalan Allah walaupun ia sebenarnya
mampu. Itulah kenapa jika kita hanya menginginkan ilmu dan surga itu berarti hanya untuk
kepentingan pribadi. Padahal seharusnya yang terpenting di atas itu semua adalah meraih ridha
dari Sang Pencipta.

Jalan yang kita pilih ini adalah mengajarkan keimanan, Islam dan akhlak mulia yang
dibawa oleh Rasulullah Muhammad Saw.

Kita tidak memiliki urusan dengan uang, jabatan, posisi, politik, pertikaian dan
keributan. Kita akan mendidik setiap anak dari setiap muslim tanpa ada pengecualian.
Beritakanlah jika ada seorangpun yang kami tolak.

Kita tidak mementingkan kepintaran dan kepandaian. Bagi kita jika ada seseorang
yang kepandaiannya sudah dapat menuntunnya kembali ke rumahnya maka itu sudah cukup
memuaskan

Orang yang takut pada Sang Pencipta tidak seharusnya takut pada ciptaan-Nya. Setiap
orang yang mengerjakan tugasnya dengan baik pastilah ada kebaikan juga di dalam dirinya.

Inilah wasiatku atas dirimu: Janganlah kau terpecah belah. Janganlah membeda-
bedakan suku bangsa. Janganlah engkau tersesat dengan mengikuti jalan selain Sunni (Sunnah
Nabi).

Dalam semua keadaan hendaknya ada persatuan dan permusyawarahan. Agar dapat
meraih kesuksesan kau harus mencapai persetujuan pada setiap kebijakan dan jangan pernah
menyerah untuk memiliki rasa solidaritas. Karena dengan pertolongan Allah maka pertolongan
spiritual dan material-Nya akan turun pada sebuah jamaah. Barangsiapa yang bekerja bersama-
sama dalam sebuah jamaah akan mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat.

Alim ulama yang menggunakan agama untuk kepentingan dunianya maka hal itu
justru telah menjauhkan umat dari agamanya. Mereka akan dihindari atau bahkan tidak akan
dihormati oleh masyarakat karena permintaan mereka adalah untuk kepentingan pribadi.
Janganlah menjadi seperti mereka dan jangan mencampur-adukkan kepentingan agama dengan
kebutuhan materi.

Ada peribahasa mengatakan: ‘Setiap domba digantung dengan kaki-kakinya sendiri’,
pepatah ini sebenarnya tidak mencerminkan kebenaran. Begitu juga dalam kehidupan/urusan
beragama kita tidak bisa mengatakan:”Itu bukan urusan saya.” Seharusnya kita berfikir: “Ini
juga tanggung jawab saya.”

Dunia ini adalah tempat kita berjuang. Jangan putus asa dan tetaplah belajar untuk
menuntut ilmu karena hari-hari yang lalu tidak akan kembali lagi.

Ilmu adalah cahaya Ilahi dan manusia itu seperti sebuah sarang lebah. Sebagaimana
lebah yang tidak mau tinggal di sarang yang kotor maka begitu juga ilmu tidak akan datang pada
jiwa yang gelap dan memberontak.

Manusia diciptakan terdiri atas empat elemen, begitu juga ilmu. Elemen-elemen itu
adalah: Belajar secara verbal (mulut) dan menceritakannya, melihat, mendengar, menulis serta
menangkap kebesaran Ilahi dengan hatinya.
*

Jika aku memberikan ijazah padamu, saat itu bukan berarti kau sudah berhasil menjadi
ulama. Saat itu kalian hanya mendapatkan kunci ilmu. Dengan kunci inilah kalian akan pergi ke
seluruh pelosok negri dan membuka buku-buku besar serta menyebarkan kebenaran yang ada di
dalamnya kepada kaum muslimin.

Ketika sedang mengajarkan sesuatu dan menemui kesukaran, jangan berkutat terlalu
lama pada hal tersebut. Jika kita akan merobohkan sebatang pohon maka akan lebih mudah jika
tanah di sekelilingnya telah tergali. Begitu juga kesukaran yang kita temui pada pertengahan
sebuah buku akan diketemukan jawabannya jika kita telah memahami buku itu pada awal dan
akhirnya.

Hingga saat ini kaum muslimin sering dilecehkan dan dianggap tidak rapi dan
berpakaian kotor. Murid-muridku akan selalu berpakaian rapi dan berjalan tegak dengan rasa
percaya diri. Mereka akan menjadi simbol dari agama Islam dan mengenalkan kemuliaan Islam
pada negara ini.

Hungaria dulunya adalah sebuah negara Islam. Akan tetapi ada suatu ketika dimana
hanya tertinggal alim ulama yang tidak teguh berpegang pada agama-Nya. Para ulama ini jauh
dari ajaran agama ini sehingga mereka tidak bisa memberikan keseimbangan. Dan seperti yang
kita ketahui sekarang mereka menjadi kaum nasrani. Agama ini tidak bisa dijaga tanpa
spiritualitas.

Mereka yang menyibukkan dirinya secara total pada batiniah akan tersesat. Sedangkan
mereka yang sibuk dengan kulitnya saja (materi) akan semakin jauh dari kebenaran.
Kesempurnaan hanya dapat dicapai dengan menyatukan keduanya dalam keseimbangan.

Bergaullah dengan baik kepada semua orang. Jangan pernah menyakiti siapapun.
Suatu hari mungkin orang itu akan menolongmu walaupun hanya dengan satu dorongan pada
mobilmu.

Agama adalah kepentingan utama sedangkan kehidupan dunia dan politik bukanlah
hal yang pokok. Dunia dan politik bisa dipakai untuk mengenalkan agama tetapi Agama tidak
dapat digunakan untuk kepentingan dunia dan politik. Siapa saja yang menggunakan agama
untuk keuntungan pribadinya akan mendapatkan azab-Nya.
• Jika kau makan dan minum kau harus berfikir bahwa itu adalah kebesaran Allah dan
berdoalah: “Ya Allah, Tuhanku... Semoga makanan dan minuman ini akan memberikan kekuatan
bagiku untuk mengabdi pada-Mu.”

Jangan biasakan untuk memberi perintah. Aku tidak pernah memerintah istriku
walaupun hanya untuk membawakan segelas air. Memerintah sebenarnya hanyalah membunuh
jiwa dari kata-kata tersebut. Menyarankan sesuatu akan lebih efektif daripada sebuah perintah.
Sebagai contoh: “Anakku kan tidak merokok, ya kan?”

“Ya Allah! Jangan sampai kau letakkan dunia di dalam hatiku dan jangan pula kau
ambil dari tanganku.” *
KRONOLOGI
Masehi /Thn Rumi
1888
/1304 Süleyman Hilmi Efendi lahir di desa Ferhatlar, di daerah
      Hezergrad, Silistre.
1913 /1329 Beliau masuk tingkat atas Madrasah Darul Hilafetil dan
          memulainya langsung dari kelas tiga.
1915 /1331 Beliau lulus untuk tigkat ke tiga dengan nilai 88 dari nilai
          sempurna 90
Sept 1916/1332 Beliau menyelesaikan tingkat ke empat dengan nilai 76 dari nilai
              tertinggi 80
30Sept 1916/1337 Beliau bergabung dengan jurusan Tafsir-Hadist di Medresetul
                Mutehassisin dari Madrasah Süleymaniye dan mendaftar di
                Madrasah Hafiz Ahmed Pasha
1918 /1334 Beliau menerima gelar sebagai Guru Besar
27Mei 1919/1335 Beliau lulus dari jurusan Tafsir-Hadist dari Madrasah Süleymaniye
1926 Beliau mengunjungi desa kelahirannya Ferhatlar untuk terakhir kalinya
    dan tinggal di sana selama 40 hari
1927 Ayahnya Osman Efendi meninggal dunia
1936 Secara langsung mulai berdakwah
1939 Beliau pertama kali ditangkap oleh polisi dan ditahan selama tiga hari.
    Saat itu beliau mengalami penyiksaan dan perlakuan yang buruk dari
   aparat kepolisian
1941 Beliau mulai mengajarkan ilmunya pada beberapa murid yang
    ditemukannya
1944 Ditangkap lagi untuk kedua kalinya dan mengalami penyiksaan selama 8
    hari
1949 Undang-undang perizinan mendirikan kursus Al Quran secara terbatas
    dikeluarkan. Hal ini membuat Süleyman Hilmi Efendi lebih leluasa untuk
    berdakwah
1951 Süleyman Hilmi Efendi pindah dari Şehzadebaşι ke Kisikli dan
        menyerahkan tugas mengajar bagi murid-muridnya di bagian Eropa dari
       Istanbul kepada menantunya Kemal Kacar
1951 Beliau untuk pertama kalinya membuka sebuah kursus Al Quran di lantai
    pertama sebuah vila milik Mustafa Bey, seorang pengusaha pemilik
   restoran Konya Lezzet
1952 Sekolah Al Quran resmi yang pertama dibuka di bawah pengawasan
    Kemuftian Uskudar. Sekolah ini terletak di dekat rumah sufi (Cilehane)
   Aziz Mahmud Hüdayi
1956 Süleyman Hilmi Efendi dipanggil beberapa kali ke kantor polisi dan
     diinterogasi atas pernyataannya di mimbar masjid untuk mengajak para
    jamaah ‘berdoa bagi para saudara muslim mereka di Algeria yang sedang
     memperjuangkan kemerdekaannya’.
      Berikutnya atas kasus ‘Mahdi palsu’ yang terjadi di Bursa. Beliau
         ditangkap dan dijebloskan di penjara Kütahya selama 59 hari di usianya
         yang ke 69. Saat itu pengadilan menuntut hukuman mati atas beliau namun
        akhirnya ia dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari tuntutan.
16 Sept 1959 Beliau meninggal dunia pada usianya yang ke 72 di kediamannya di
            Kisikli, Istanbul.

2 komentar: